Hibridisasi adalah sebuah konsep bersatunya orbital-orbital atom membentuk orbital hibrid yang baru yang sesuai dengan penjelasan kualitatif sifat ikatan
atom. Konsep orbital-orbital yang terhibridisasi sangatlah berguna dalam
menjelaskan bentuk orbital molekul dari sebuah molekul. Konsep ini
adalah bagian tak terpisahkan dari teori
ikatan valensi. Walaupun kadang-kadang diajarkan bersamaan dengan teori VSEPR, teori
ikatan valensi dan hibridisasi sebenarnya tidak ada hubungannya sama sekali
dengan teori VSEPR.[1]
Sejarah perkembangan
Teori hibridisasi dipromosikan oleh kimiawan Linus Pauling[2] dalam menjelaskan struktur molekul seperti metana (CH4). Secara historis, konsep ini
dikembangkan untuk sistem-sistem kimia yang sederhana, namun pendekatan ini
selanjutnya diaplikasikan lebih luas, dan sekarang ini dianggap sebagai sebuah
heuristik yang efektif untuk merasionalkan struktur senyawa organik.
Teori hibridisasi tidaklah sepraktis teori orbital molekul dalam hal perhitungan kuantitatif.
Masalah-masalah pada hibridisasi terlihat jelas pada ikatan yang melibatkan
orbital d, seperti yang terdapat pada kimia koordinasi dan kimia
organologam. Walaupun skema hibridisasi pada logam transisi dapat
digunakan, ia umumnya tidak akurat.
Sangatlah penting untuk dicatat bahwa orbital adalah sebuah
model representasi dari tingkah laku elektron-elektron dalam molekul. Dalam
kasus hibridisasi yang sederhana, pendekatan ini didasarkan pada orbital-orbital
atom hidrogen. Orbital-orbital yang terhibridisasikan diasumsikan sebagai
gabungan dari orbital-orbital atom yang bertumpang tindih satu sama lainnya
dengan proporsi yang bervariasi. Orbital-orbital hidrogen digunakan sebagai
dasar skema hibridisasi karena ia adalah salah satu dari sedikit orbital yangpersamaan Schrödingernya memiliki penyelesaian analitis yang diketahui.
Orbital-orbital ini kemudian diasumsikan terdistorsi sedikit untuk atom-atom
yang lebih berat sepertikarbon, nitrogen,
dan oksigen.
Dengan asumsi-asumsi ini, teori hibridisasi barulah dapat diaplikasikan. Perlu
dicatat bahwa kita tidak memerlukan hibridisasi untuk menjelaskan molekul,
namun untuk molekul-molekul yang terdiri dari karbon, nitrogen,
dan oksigen,
teori hibridisasi menjadikan penjelasan strukturnya lebih mudah.
Teori hibridisasi sering digunakan dalam kimia organik, biasanya
digunakan untuk menjelaskan molekul yang terdiri dari atom C, N, dan O (kadang
kala juga P dan S). Penjelasannya dimulai dari bagaimana sebuah ikatan
terorganisasikan dalam metana.
Hibrid sp3
Hibridisasi menjelaskan atom-atom yang berikatan dari sudut
pandang sebuah atom. Untuk sebuah karbon yang berkoordinasi secara tetrahedal
(seperti metana, CH4), maka karbon haruslah memiliki orbital-orbital
yang memiliki simetri yang tepat dengan 4 atom hidrogen. Konfigurasi keadaan dasar karbon adalah 1s2 2s2 2px1 2py1 atau lebih mudah dilihat:

(Perhatikan bahwa orbital 1s memiliki energi lebih rendah dari orbital 2s,
dan orbital 2s berenergi sedikit lebih
rendah dari orbital-orbital 2p)
Teori
ikatan valensi memprediksikan,
berdasarkan pada keberadaan dua orbital p yang terisi setengah,
bahwa C akan membentuk dua ikatan kovalen,
yaitu CH2. Namun,metilena adalah molekul yang sangat reaktif (lihat
pula: karbena), sehingga teori ikatan valensi saja tidak
cukup untuk menjelaskan keberadaan CH4.
Lebih lanjut lagi, orbital-orbital keadaan dasar tidak bisa
digunakan untuk berikatan dalam CH4. Walaupun eksitasi elektron 2s ke orbital 2p secara teori mengijinkan empat ikatan dan
sesuai dengan teori ikatan valensi (adalah benar untuk O2), hal ini
berarti akan ada beberapa ikatan CH4 yang memiliki energi ikat yang berbeda oleh
karena perbedaan aras tumpang tindih orbital. Gagasan ini telah dibuktikan
salah secara eksperimen, setiap hidrogen pada CH4 dapat dilepaskan dari karbon dengan energi
yang sama.
Untuk menjelaskan keberadaan molekul CH4 ini, maka teori hibridisasi digunakan. Langkah
awal hibridisasi adalah eksitasi dari satu (atau lebih) elektron:

Proton yang membentuk inti atom hidrogen akan menarik salah satu
elektron valensi karbon. Hal ini menyebabkan eksitasi, memindahkan elektron 2s
ke orbital 2p. Hal ini meningkatkan pengaruh inti atom terhadap
elektron-elektron valensi dengan meningkatkan potensial inti efektif.
Kombinasi gaya-gaya ini membentuk fungsi-fungsi matematika yang
baru yang dikenal sebagai orbital hibrid. Dalam kasus atom karbon yang
berikatan dengan empat hidrogen, orbital 2s (orbital inti hampir tidak pernah terlibat
dalam ikatan) "bergabung" dengan tiga orbital 2p membentuk hibrid sp3 (dibaca s-p-tiga) menjadi

Pada CH4, empat orbital hibrid sp3 bertumpang tindih
dengan orbital 1s hidrogen,
menghasilkan empat ikatan sigma. Empat
ikatan ini memiliki panjang dan kuat ikat yang sama, sehingga sesuai dengan
pengamatan.
Sebuah pandangan alternatifnya adalah dengan memandang karbon
sebagai anion C4−. Dalam kasus ini, semua orbital karbon terisi:

Jika kita menrekombinasi orbital-orbital ini dengan orbital-s 4 hidrogen (4 proton, H+) dan
mengijinkan pemisahan maksimum antara 4 hidrogen (yakni tetrahedal), maka kita
bisa melihat bahwa pada setiap orientasi orbital-orbital p, sebuah hidrogen tunggal akan bertumpang tindih sebesar 25%
dengan orbital-s C dan 75% dengan tiga
orbital-p C. HaL ini sama dengan
persentase relatif antara s dan p dari orbital hibrid sp3 (25% s dan 75% p).
Menurut teori hibridisasi orbital, elektron-elektron valensi
metana seharusnya memiliki tingkat energi yang sama, namun spektrum fotoelekronnya [3] menunjukkan bahwa terdapat dua pita, satu pada
12,7 eV (satu pasangan elektron) dan saty pada 23 eV
(tiga pasangan elektron). Ketidakkonsistenan ini dapat dijelaskan apabila kita
menganggap adanya penggabungan orbital tambahan yang terjadi ketika
orbital-orbital sp3 bergabung dengan 4 orbital hidrogen.
Hibrid sp2
Senyawa karbon ataupun molekul lainnya dapat dijelaskan seperti
yang dijelaskan pada metana. Misalnya etilena (C2H4) yang memiliki
ikatan rangkap dua di antara karbon-karbonnya. Struktur Kekule metilena akan
tampak seperti:
Ethene Lewis
Structure. Each C bonded to two hydrogens and one double bond between them.
Karbon akan melakukan hibridisasi sp2 karena orbtial-orbital
hibrid hanya akan membentuk ikatan sigma dan satu ikatan pi seperti yang disyaratkan untuk ikatan rangkap dua di antara karbon-karbon. Ikatan
hidrogen-karbon memiliki panjang dan kuat ikat yang sama. Hal ini sesuai dengan
data percobaan.
Dalam hibridisasi sp2, orbital 2s hanya bergabung dengan dua orbital 2p:

membentuk 3 orbital sp2 dengan satu orbital p tersisa. Dalam etilena,
dua atom karbon membentuk sebuah ikatan sigma dengan bertumpang tindih dengan
dua orbital sp2 karbon lainnya dan setiap karbon membentuk dua ikatan kovalen
dengan hidrogen dengan tumpang tindih s-sp2 yang bersudut 120°. Ikatan pi antara atom
karbon tegak lurus dengan bidang molekul dan dibentuk oleh tumpang tindih 2p-2p (namun, ikatan pi boleh terjadi maupun tidak).
Jumlah huruf p tidaklah seperlunya terbatas pada bilangan
bulat, yakni hibridisasi seperti sp2.5 juga dapat terjadi. Dalam kasus ini, geometri orbital
terdistorsi dari yang seharusnya. Sebagai contoh, seperti yang dinyatakan dalam kaidah Bent, sebuah ikatan cenderung untuk
memiliki huruf-p yang lebih banyak
ketika ditujukan ke substituen yang lebih elektronegatif.
Hibrid sp
Ikatan kimia dalam senyawa seperti alkuna dengan ikatan rangkap tiga dijelaskan dengan hibridisasi sp.

Dalam model ini, orbital 2s hanya bergabung dengan satu orbital-p,
menghasilkan dua orbital sp dan menyisakan dua orbital p. Ikatan kimia dalam asetilena (etuna) terdiri dari tumpang tindih sp-sp antara dua atom karbon
membentuk ikatan sigma, dan dua ikatan pi tambahan yang dibentuk oleh tumpang tindih p-p. Setiap karbon juga berikatan dengan hidrogen dengan
tumpang tindih s-sp bersudut 180°.
Hibridisasi dan bentuk molekul
Hibridisasi membantuk kita dalam menjelaskan bentuk molekul:
Jenis molekul
|
Utama kelompok
|
|
AX2
|
·
Linear (180°)
·
hibridisasi sp
·
E.g., CO2
|
·
Tekuk (90°)
·
hibridisasi sd
·
E.g., VO2+
|
AX3
|
·
Datar trigonal (120°)
·
hibridisasi sp2
·
E.g., BCl3
|
·
Piramida trigonal
(90°)
·
hibridisasi sd2
·
E.g., CrO3
|
AX4
|
·
Tetrahedral (109.5°)
|
|
·
hibridisasi sp3
·
E.g., CCl4
|
·
hibridisasi sd3
·
E.g., MnO4−
|
|
AX5
|
-
|
·
Piramida persegi (66°,
114°)[5]
·
hibridisasi sd4
·
E.g., Ta(CH3)5
|
AX6
|
-
|
·
Prisma trigonal (63°,
117°)[5]
·
hibridisasi sd5
·
E.g., W(CH3)6
|
Jenis molekul
|
Utama kelompok
|
Logam transisi
|
AX2
|
-
|
Linear (180°)
|
AX3
|
-
|
Datar trigonal (120°)
|
AX4
|
-
|
Datar persegi (90°)
|
AX5
|
Bipiramida trigonal (90°, 120°)
|
Bipiramida trigonal (90°, 120°)
|
·
hibridisasi pecahan
(orbital s dan d)
·
E.g., Fe(CO)5
|
||
AX6
|
Oktahedral (90°)
|
Oktahedral (90°)
|
AX7
|
Bipiramida pentagonal (90°, 72°)
|
Bipiramida pentagonal (90°, 72°)
|
·
hibridisasi pecahan
(orbital s dan tiga d)
·
E.g., V(CN)74−
|
||
AX8
|
Antiprisma persegi
|
Antiprisma persegi
|
·
hibridisasi pecahan
(orbital s dan tiga p)
·
E.g., IF8−
|
·
hibridisasi pecahan
(orbital s dan empat d)
·
E.g., Re(CN)83−
|
Secara umum, untuk sebuah atom dengan orbital s dan p yang
membentuk hibrid hi dengan sudut
, maka berlaku: 1 +
i
j cos(
) = 0. Rasio p/s
untuk hibrid i adalah
i2, dan untuk hibrid j
j2. Dalam kasus khusus
hibrdid dengan atom yang sama, dengan sudut
, persamaan tersebut akan tereduksi menjadi 1
+
2 cos(
) = 0. Sebagai
contoh, BH3memiliki geometri datar trigonal, sudut ikat 120o,
dan tiga hibrid yang setara. Maka 1 +
2 cos(
) = 0 menjadi 1 +
2 cos(120o) = 0, berlaku juga
2 = 2 untuk rasio p/s. Dengan kata lain terdapat hibrid sp2 seperti yang diperkirakan dari daftar di atas.













Teori hibridisasi vs. Teori orbital molekul
Teori hibridisasi adalah bagian yang tak terpisahkan dari kimia organik dan secara umum didiskusikan bersama dengan teori orbital molekul dalam buku pelajaran kimia organik tingkat
lanjut. Walaupun teori ini masih digunakan secara luas dalam kimia organik, teori
hibridisasi secara luas telah ditinggalkan pada kebanyakan cabang kimia
lainnya. Masalah dengan teori hibridisasi ini adalah kegagalan teori ini dalam
memprediksikan spektra fotoelektron dari kebanyakan molekul, meliputi senyawa
yang paling dasar seperti air dan metana. Dari sudut pandang pedagogi,
pendekatan hib
Sejarah perkembangan
Teori hibridisasi dipromosikan oleh kimiawan Linus Pauling[2] dalam menjelaskan struktur molekul seperti metana (CH4). Secara historis, konsep ini
dikembangkan untuk sistem-sistem kimia yang sederhana, namun pendekatan ini
selanjutnya diaplikasikan lebih luas, dan sekarang ini dianggap sebagai sebuah
heuristik yang efektif untuk merasionalkan struktur senyawa organik.
Teori hibridisasi tidaklah sepraktis teori orbital molekul dalam hal perhitungan kuantitatif.
Masalah-masalah pada hibridisasi terlihat jelas pada ikatan yang melibatkan
orbital d, seperti yang terdapat pada kimia koordinasi dan kimia
organologam. Walaupun skema hibridisasi pada logam transisi dapat
digunakan, ia umumnya tidak akurat.
Sangatlah penting untuk dicatat bahwa orbital adalah sebuah
model representasi dari tingkah laku elektron-elektron dalam molekul. Dalam
kasus hibridisasi yang sederhana, pendekatan ini didasarkan pada orbital-orbital
atom hidrogen. Orbital-orbital yang terhibridisasikan diasumsikan sebagai
gabungan dari orbital-orbital atom yang bertumpang tindih satu sama lainnya
dengan proporsi yang bervariasi. Orbital-orbital hidrogen digunakan sebagai
dasar skema hibridisasi karena ia adalah salah satu dari sedikit orbital yangpersamaan Schrödingernya memiliki penyelesaian analitis yang diketahui.
Orbital-orbital ini kemudian diasumsikan terdistorsi sedikit untuk atom-atom
yang lebih berat sepertikarbon, nitrogen,
dan oksigen.
Dengan asumsi-asumsi ini, teori hibridisasi barulah dapat diaplikasikan. Perlu
dicatat bahwa kita tidak memerlukan hibridisasi untuk menjelaskan molekul,
namun untuk molekul-molekul yang terdiri dari karbon, nitrogen,
dan oksigen,
teori hibridisasi menjadikan penjelasan strukturnya lebih mudah.
Teori hibridisasi sering digunakan dalam kimia organik, biasanya
digunakan untuk menjelaskan molekul yang terdiri dari atom C, N, dan O (kadang
kala juga P dan S). Penjelasannya dimulai dari bagaimana sebuah ikatan
terorganisasikan dalam metana.
Hibrid sp3
Hibridisasi menjelaskan atom-atom yang berikatan dari sudut
pandang sebuah atom. Untuk sebuah karbon yang berkoordinasi secara tetrahedal
(seperti metana, CH4), maka karbon haruslah memiliki orbital-orbital
yang memiliki simetri yang tepat dengan 4 atom hidrogen. Konfigurasi keadaan dasar karbon adalah 1s2 2s2 2px1 2py1 atau lebih mudah dilihat:

(Perhatikan bahwa orbital 1s memiliki energi lebih rendah dari orbital 2s,
dan orbital 2s berenergi sedikit lebih
rendah dari orbital-orbital 2p)
Teori
ikatan valensi memprediksikan,
berdasarkan pada keberadaan dua orbital p yang terisi setengah,
bahwa C akan membentuk dua ikatan kovalen,
yaitu CH2. Namun,metilena adalah molekul yang sangat reaktif (lihat
pula: karbena), sehingga teori ikatan valensi saja tidak
cukup untuk menjelaskan keberadaan CH4.
Lebih lanjut lagi, orbital-orbital keadaan dasar tidak bisa
digunakan untuk berikatan dalam CH4. Walaupun eksitasi elektron 2s ke orbital 2p secara teori mengijinkan empat ikatan dan
sesuai dengan teori ikatan valensi (adalah benar untuk O2), hal ini
berarti akan ada beberapa ikatan CH4 yang memiliki energi ikat yang berbeda oleh
karena perbedaan aras tumpang tindih orbital. Gagasan ini telah dibuktikan
salah secara eksperimen, setiap hidrogen pada CH4 dapat dilepaskan dari karbon dengan energi
yang sama.
Untuk menjelaskan keberadaan molekul CH4 ini, maka teori hibridisasi digunakan. Langkah
awal hibridisasi adalah eksitasi dari satu (atau lebih) elektron:

Proton yang membentuk inti atom hidrogen akan menarik salah satu
elektron valensi karbon. Hal ini menyebabkan eksitasi, memindahkan elektron 2s
ke orbital 2p. Hal ini meningkatkan pengaruh inti atom terhadap
elektron-elektron valensi dengan meningkatkan potensial inti efektif.
Kombinasi gaya-gaya ini membentuk fungsi-fungsi matematika yang
baru yang dikenal sebagai orbital hibrid. Dalam kasus atom karbon yang
berikatan dengan empat hidrogen, orbital 2s (orbital inti hampir tidak pernah terlibat
dalam ikatan) "bergabung" dengan tiga orbital 2p membentuk hibrid sp3 (dibaca s-p-tiga) menjadi

Pada CH4, empat orbital hibrid sp3 bertumpang tindih
dengan orbital 1s hidrogen,
menghasilkan empat ikatan sigma. Empat
ikatan ini memiliki panjang dan kuat ikat yang sama, sehingga sesuai dengan
pengamatan.
Sebuah pandangan alternatifnya adalah dengan memandang karbon
sebagai anion C4−. Dalam kasus ini, semua orbital karbon terisi:

Jika kita menrekombinasi orbital-orbital ini dengan orbital-s 4 hidrogen (4 proton, H+) dan
mengijinkan pemisahan maksimum antara 4 hidrogen (yakni tetrahedal), maka kita
bisa melihat bahwa pada setiap orientasi orbital-orbital p, sebuah hidrogen tunggal akan bertumpang tindih sebesar 25%
dengan orbital-s C dan 75% dengan tiga
orbital-p C. HaL ini sama dengan
persentase relatif antara s dan p dari orbital hibrid sp3 (25% s dan 75% p).
Menurut teori hibridisasi orbital, elektron-elektron valensi
metana seharusnya memiliki tingkat energi yang sama, namun spektrum fotoelekronnya [3] menunjukkan bahwa terdapat dua pita, satu pada
12,7 eV (satu pasangan elektron) dan saty pada 23 eV
(tiga pasangan elektron). Ketidakkonsistenan ini dapat dijelaskan apabila kita
menganggap adanya penggabungan orbital tambahan yang terjadi ketika
orbital-orbital sp3 bergabung dengan 4 orbital hidrogen.
Hibrid sp2
Senyawa karbon ataupun molekul lainnya dapat dijelaskan seperti
yang dijelaskan pada metana. Misalnya etilena (C2H4) yang memiliki
ikatan rangkap dua di antara karbon-karbonnya. Struktur Kekule metilena akan
tampak seperti:
Ethene Lewis
Structure. Each C bonded to two hydrogens and one double bond between them.
Karbon akan melakukan hibridisasi sp2 karena orbtial-orbital
hibrid hanya akan membentuk ikatan sigma dan satu ikatan pi seperti yang disyaratkan untuk ikatan rangkap dua di antara karbon-karbon. Ikatan
hidrogen-karbon memiliki panjang dan kuat ikat yang sama. Hal ini sesuai dengan
data percobaan.
Dalam hibridisasi sp2, orbital 2s hanya bergabung dengan dua orbital 2p:

membentuk 3 orbital sp2 dengan satu orbital p tersisa. Dalam etilena,
dua atom karbon membentuk sebuah ikatan sigma dengan bertumpang tindih dengan
dua orbital sp2 karbon lainnya dan setiap karbon membentuk dua ikatan kovalen
dengan hidrogen dengan tumpang tindih s-sp2 yang bersudut 120°. Ikatan pi antara atom
karbon tegak lurus dengan bidang molekul dan dibentuk oleh tumpang tindih 2p-2p (namun, ikatan pi boleh terjadi maupun tidak).
Jumlah huruf p tidaklah seperlunya terbatas pada bilangan
bulat, yakni hibridisasi seperti sp2.5 juga dapat terjadi. Dalam kasus ini, geometri orbital
terdistorsi dari yang seharusnya. Sebagai contoh, seperti yang dinyatakan dalam kaidah Bent, sebuah ikatan cenderung untuk
memiliki huruf-p yang lebih banyak
ketika ditujukan ke substituen yang lebih elektronegatif.
Hibrid sp
Ikatan kimia dalam senyawa seperti alkuna dengan ikatan rangkap tiga dijelaskan dengan hibridisasi sp.

Dalam model ini, orbital 2s hanya bergabung dengan satu orbital-p,
menghasilkan dua orbital sp dan menyisakan dua orbital p. Ikatan kimia dalam asetilena (etuna) terdiri dari tumpang tindih sp-sp antara dua atom karbon
membentuk ikatan sigma, dan dua ikatan pi tambahan yang dibentuk oleh tumpang tindih p-p. Setiap karbon juga berikatan dengan hidrogen dengan
tumpang tindih s-sp bersudut 180°.
Hibridisasi dan bentuk molekul
Hibridisasi membantuk kita dalam menjelaskan bentuk molekul:
Jenis molekul
|
Utama kelompok
|
|
AX2
|
·
Linear (180°)
·
hibridisasi sp
·
E.g., CO2
|
·
Tekuk (90°)
·
hibridisasi sd
·
E.g., VO2+
|
AX3
|
·
Datar trigonal (120°)
·
hibridisasi sp2
·
E.g., BCl3
|
·
Piramida trigonal
(90°)
·
hibridisasi sd2
·
E.g., CrO3
|
AX4
|
·
Tetrahedral (109.5°)
|
|
·
hibridisasi sp3
·
E.g., CCl4
|
·
hibridisasi sd3
·
E.g., MnO4−
|
|
AX5
|
-
|
·
Piramida persegi (66°,
114°)[5]
·
hibridisasi sd4
·
E.g., Ta(CH3)5
|
AX6
|
-
|
·
Prisma trigonal (63°,
117°)[5]
·
hibridisasi sd5
·
E.g., W(CH3)6
|
Jenis molekul
|
Utama kelompok
|
Logam transisi
|
AX2
|
-
|
Linear (180°)
|
AX3
|
-
|
Datar trigonal (120°)
|
AX4
|
-
|
Datar persegi (90°)
|
AX5
|
Bipiramida trigonal (90°, 120°)
|
Bipiramida trigonal (90°, 120°)
|
·
hibridisasi pecahan
(orbital s dan d)
·
E.g., Fe(CO)5
|
||
AX6
|
Oktahedral (90°)
|
Oktahedral (90°)
|
AX7
|
Bipiramida pentagonal (90°, 72°)
|
Bipiramida pentagonal (90°, 72°)
|
·
hibridisasi pecahan
(orbital s dan tiga d)
·
E.g., V(CN)74−
|
||
AX8
|
Antiprisma persegi
|
Antiprisma persegi
|
·
hibridisasi pecahan
(orbital s dan tiga p)
·
E.g., IF8−
|
·
hibridisasi pecahan
(orbital s dan empat d)
·
E.g., Re(CN)83−
|
Secara umum, untuk sebuah atom dengan orbital s dan p yang
membentuk hibrid hi dengan sudut
, maka berlaku: 1 +
i
j cos(
) = 0. Rasio p/s
untuk hibrid i adalah
i2, dan untuk hibrid j
j2. Dalam kasus khusus
hibrdid dengan atom yang sama, dengan sudut
, persamaan tersebut akan tereduksi menjadi 1
+
2 cos(
) = 0. Sebagai
contoh, BH3memiliki geometri datar trigonal, sudut ikat 120o,
dan tiga hibrid yang setara. Maka 1 +
2 cos(
) = 0 menjadi 1 +
2 cos(120o) = 0, berlaku juga
2 = 2 untuk rasio p/s. Dengan kata lain terdapat hibrid sp2 seperti yang diperkirakan dari daftar di atas.













Teori hibridisasi vs. Teori orbital molekul
Teori hibridisasi adalah bagian yang tak terpisahkan dari kimia organik dan secara umum didiskusikan bersama dengan teori orbital molekul dalam buku pelajaran kimia organik tingkat
lanjut. Walaupun teori ini masih digunakan secara luas dalam kimia organik, teori
hibridisasi secara luas telah ditinggalkan pada kebanyakan cabang kimia
lainnya. Masalah dengan teori hibridisasi ini adalah kegagalan teori ini dalam
memprediksikan spektra fotoelektron dari kebanyakan molekul, meliputi senyawa
yang paling dasar seperti air dan metana. Dari sudut pandang pedagogi,
pendekatan hib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar